Selasa, 27 April 2010

Anak Dan Kasih Ibu

"Tiap-tiap anak itu unik dan cerdas"
Begitu sering kita dengar dari para pakar.
Akupun berusaha untuk tidak under estimate terhadap anak-anak. Tapi sebagaimana ibu-ibu yang lain, kadang muncul juga yang namanya jengkel kepada anak.
"Duuh... Begini saja kog gak bisa sih??!... Begitu mungkin gerutuan sang ibu, paling tidak itu terlintas di benak tapi tak sempat terucap karena khawatir melukai anak dan menimbulkan perasaan 'rendah' kepada sang anak.

Seringkali pula aku mendengar keluhan sang ibu yang kurang puas terhadap prestasi anak-anaknya, dibandingkan dengan anaknya yang lain. Tapi aku yakin tiap anak punya kehebatan tersendiri. Kalaupun saat ini sang anak tidak terlihat berprestasi dibandingkan anak yang lain, itu adalah tugas kita untuk menggali potensi terpendam yang dimiliki sang anak.

Suasana belajar yang kondusif tentu sangat penting untuk perkembangan anak-anak kita. Memang sekolah yang bagus dengan fasilitas belajar mengajar yang memadai akan sangat membantu anak untuk belajar lebih baik. Kalau di kota besar kita bisa memilih sekolah bagus dengan 'harga' yang bagus pula, tentu tidak demikian bagi kita yang tinggal di desa. Tentu pilihan kita terbatas.

Apapun itu, di desa maupun di kota. Anak-anak akan tumbuh dengan baik di tangan-tangan sang ibu yang penuh dengan cinta.
Cinta sang ibu yang dengan sabar menghadapi kekurangan-kekurangan anaknya.
Cinta sang ibu yang dengan sabar dan ketelatenan membimbing anak-anaknya.
Cinta sang ibu yang dengan tulus menengadahkan tangan kepada Robb-nya untuk kebaikan anak-anaknya adalah mukjizat yang tak tertandingi.
Anak-anak yang dianugerahkan kepada kita, adalah anak-anak yang luar biasa. Anak-anak yang unik. Masing-masing anak pasti mempunyai kelebihan yang tersembunyi seandainya saat ini belum tampak. Adalah tugas kita untuk membantu menggali dan menemukan kelebihan yang dimiliki sang anak.
Jangan lukai anak-anak kita, kalau saat ini anak tak tampak seperti yang kita harapkan. Anak ibarat selembar kertas putih yang kosong. Kita yang membuat hitam putihnya sang anak.
Anak ibarat keramik. Sekali terjatuh dan pecah, keramik itu tak akan bisa kembali sebagaimana asalnya.

Berat sekali sebenarnya tugas kita sebagai orang tua kalau dipikir-pikir. Tapi kalau kita renungkan lagi, tidak ada yang sulit bagi yang dimudahkan oleh Allah.
Bagaimana agar dimudahkan oleh Allah senantiasa?
Kedekatan kita kepadaNYA-lah sebuah keniscayaan.
"Jadi Tin, Kalau kamu pengen dimudahkan segalanya oleh Allah, dekat-dekatlah sama DIA!"
Masak sih, aku mendekati Allah hanya karena pamrih ingin dimudahkan segalanya oleh Allah? Begitu perdebatan dalam batinku.
Tentu tidak, kita mendekati Allah karena kita adalah hamba yang lemah, tiada daya suatu apa. Dan DIA adalah yang maha segalanya. Hanya kepadaNYA-lah, tujuan kita. DIA punya tujuan, dan pastilah tujuan itulah yang terbaik untuk kita, kalau kita mengetahuinya.
"Selangkahku kepadaMU, seribu langkah KAU padaku"....
Begitu nasyid Raihan selalu menggema dalam relung-relung hatiku. Yang selalu meyakinkan aku, bahwa senantiasa ada DIA yang sangat mencintai kita. Mencintai keluarga kita. Komponen terkecil dalam sebuah negara. Yah, dari sinilah masa depan bangsa bermula.
Bismillah... La haula Wala Quwwata Illa Billah!



Komedi di balik tragedi keponakanku yang lucu ^_^



Semalam dua ponakanku bermalam di rumahku. Seperti biasa sebelum tidur aku menemani mereka, bersama dua anakku juga. Kali ini aku ingin sekali mendengarkan si Lia keponakanku berceloteh dengan logat cadelnya yang lucu...
Tiba-tiba saja meluncur cerita lucu dari anak-anak ini. Setelah aku dengar celoteh para bocah ini, akhirnya aku susun cerita tersebut seperti di bawah ini.

Pagi itu Lia bangun agak kesiangan. Sedari tadi ibunya membangunkannya tapi Lia masih enggan tuk membuka matanya. Mungkin karena semalam tidurnya kelewat malam karena nonton televisi.

"Ayooo Lia, banguuun!! Sudah jam 6 lewat lho, nanti telat masuk sekolahnya"... Begitu sang ibu membangunkan si Lia yang sudah duduk di TK B ini. Mungkin tahun depan Lia akan tetap bertahan di TK karena umurnya masih terlalu muda untuk masuk SD. Jadi dia akan di TK selama tiga tahun. Seperti kakaknya, Wafda. Dulu juga begitu menghabiskan waktu tiga tahun di TK.

Lia masih enggan bangun juga. Lia masih terbuai mimpi di atas bantal bulu angsanya yang lembut. Dengan gigihnya sang ibu membangunkannya karena tidak ingin si mungil ini telat masuk kelas. Akhirnya si Lia pun bangun juga. Dengan tergesa-gesa si Lia mandi dan menyiapkan diri ke sekolah. Saking tergesa-gesanya si Lia lupa minta uang jajan kepada ibunya. Sang ibu-pun lupa karenanya.

Ketika jam istirahat tiba, Lia baru sadar kalau dia kelupaan untuk minta uang jajan kepada ibunya. Dengan gaya melow-nya dia bermaksud pinjam kepada Nabila temannya. Dengan logat cadelnya Liapun mengutarakan maksudnya.

"Mbak Nabil, aku pindem uang doong... atu lupa ndak minta uang tama ibuk, betok tak tembalitan"... (Mbak Nabil, aku pinjem uang doong.. aku lupa ndak minta uang sama ibuk, besok tak kembalikan). Ini anak cadelnya minta ampun lucunya. ^_^
Rupanya Nabila keberatan.
"Gak boleh, uang sakuku cuma dikit, aku pakai jajan sendiri aja kurang, maaf yaa!...
"Duh, gimana ya, padahal aku pengen jajan???.. Begitu pikir Lia.

Dengan gigih Lia berusaha pinjam kepada temannya yang lain. Aqil-lah sasaran berikutnya. Jawaban Aqil-pun ternyata tidak berbeda dengan jawaban Nabila. Kali ini Lia sedih sekali. Dia tidak tau harus berbuat apa lagi.
"Aha??!"... Muncul ide brilliant dari otak si Lia. Dia paham betul teman-temannya menyukai kertas-kertas harvestnya yang indah dan lucu-lucu itu. Dia berniat menawarkan kertas-kertas indah itu dengan harga Rp 500,00 per lembar kepada teman-temannya. Boleh juga nih anak ^_^. Aku sampai nahan tawa ketika menuliskan ini. ^_^

Dan tujuh lembar kertasnya sudah terjual dan berpindah tangan. Sekarang di tangan Lia sudah tergenggam uang Rp 3500,00. Angka yang tidak sedikit, mungkin hampir setara dengan uang sakunya selama 2 hari. Lia tersenyum lebar. Diapun bisa membeli permen lolipop kesukaannya.

Pulang sekolah, kakaknya Wafda-pun diceritain pengalamannya waktu di sekolah tadi.
Bukan alang kepalang kagetnya si Wafda begitu melihat kertas harvest kesayangannnya ikut terbawa sang adik dan ikut laku terjual. Memerah mata Wafda menahan tangis akibat aksi adiknya ini. Mirip cerita film India, Wafda sesenggukan menahan tangis sambil berkata kepada adik yang sangat disayanginya ini:

"Gimana toh Dik, itu kan kertas harvest yang bagus, itu kesukaanku, kog dijual dengan harga yang murah sih, cuma kamu hargai Rp 500,00??...
Dengan tanpa merasa bersalah dan berdosa si adikpun berkata kepada mbaknya dengan 'bijaksana'nya:
"Embaak.... Atu tuh ndak jual limalatus, atu dual halga selibu, tapi dapet dua!... (Embaak, aku tuh ndak jual limaratus, aku jual harga seribu, tapi dapet dua!...)

Huahaha.....sontak kami tertawa mendengar jawaban polos Lia tadi malam. Si Lia tersenyum kecut belum paham betul kenapa kami tertawa... Aku gemes sekali dengan ekspresinya.
Lucu-lucu!... Kecil-kecil jalan juga otak dagangnya. Memang orang sering menjadi kreatip saat masa-masa sulit. Dan itu terjadi pada Lia, keponakanku yang masih cadel nada bicaranya.

Pelajaran yang bisa ditarik dari cerita lucu ini:
1. Cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Lia besar di keluarga pedagang, jadi lazim kalau otak dagangnya jalan di saat-saat sulit seperti itu. ^_^
2. Blessing in disguised. Berkah mendapat uang saku lebih, dari kemalangan tidak membawa uang saku. ^_^
3. Komedi di balik tragedi. Bagi Wafda dan kita yang mendengar celotehnya. "Kasihan banget ya dik Lia Buk, kelupaan bawa uang saku??? Dan usaha dia untuk mendapatkan uang itu lho yang cerdik dan lucu". Begitu komentar Fida anakku dengan sendu disusul senyum terkembang di bibir-bibir mungil ini. Fida, Salman, Wafda dan Lia...